Kamis, 21 April 2011

1. Masyarakat Modern di Era Globalisasi
Secara istilah, modern memiliki arti masa kini atau masa sekarang yang berkontradiksi dengan masa lampau.Istilah modern digunakan untuk mengartikan perkembangan suatu peradaban.
Menurut pemikiran Alex Inkeles dalam buku"Modernisasi;Dinamika Pertumbuhan" Masyarakat modern ialah masyarakat yang memiliki kesediaan untuk menerima pengalaman-pengalaman yang baru dan keterbukaan terhadap inovasi.Manusia yang memiliki sikap modern mampu membuat opini dan mengutarakannya pada orang lain dengan penuh rasa tanggung jawab.Opini meliputi semua kejadian di lingkungan kehidupannya, tetapi ia juga dapat menerima dan menghargai pendapat orang lain. Yang lebih penting lagi adalah mampu menganalisis berbagai pemikiran yang mungkin bermanfaat untuk kepentingan bersama.Orang modern sangat menghargai waktu, bekerja menurut rencana (terprogram), baik rencana jangka pendek maupun jangka panjang.Setiap program kerja sudak difikirkan untung-ruginya dikemudian hari. Manusia modern sangat berorientasi pada implementasi ilmu dan teknologi. Dalam hal ini lebih mengutamakan kemanfaatannya untuk kelangsungan hidup, bukan prestisenya.Ia juga lebih sadar dan percaya bahwa ganjaran yang diterima sesuai dengan apa yang telah diusahakannya. Dia tidak mau menerima apa-apa yang tidak ada hubungannya dengan usaha.Setiap orang yang berprestasi layak menerima imbalan yang baik.Dari pemikiran tersebut dapat disimpulkan bahwa modern tidak dapat diukur oleh seberapa identiknya suatu masyarakat dengan budaya barat ataupun timur, tetapi lebih mengarah pada segi kualitas sumber daya manusianya dalam tata kelola kehidupan dan lingkungan.
Fakta yang terjadi pada era globalisasi dimana semua informasi dapat diakses secara mudah dan cepat bukan menunjukkan kemodernan melainkan kebobrokan.Suatu fenomena masyarakat yang mana orang-orangnya berperilaku hipokrit, mencari popularitas dan prestise.Nilai-nilai norma, etika, dan moral yang dianggap tabu.Para orang tua mengabaikan anak-anak mereka, anak-anak durhaka pada orang tua, bursa gosip, maraknya infotainment yang dijadikan sentral mode kehidupan, semangat jiwa dan dedikasi telah kalah menghadapi watak egoisme dan individualisme.Tanggung jawab padanya rusak, hati nurani terbeli dan segala perkara diputuskan dengan suap.
Sama sekali tidak. Masyarakat modern seperti inilah yang harus dipulihkan kesadarannya.Maka dalam masyarakat modern ini tidak ada dikotomi antara ilmu dan akhlak, antara seni dan akhlak. Sesungguhnya akhlak merupakan unsur dominan yang menguasai semua urusan kehidupan dan perilakunya, kecil dan besarnya, individual dan komunitasnya.

2. Masyarakat Islami yang Dirindukan
Terdapat fenomena sejarah yang patut diteladani dan dikaji setiap saat dalam proses pengembangan dakwah di zaman modern.Sejatinya, Islam pernah menghasilkan suatu generasi manusia, yaitu generasi sahabat(semoga Allah meridhoi mereka).Suatu generasi pilihan sepanjang sejarah umat manusia dan tidak ada satupun generasi yang mengulang keunggulannya dalam sejarah islam.Apa yang membedakan generasi terdahulu dengan generasi masa kini, dimana Al-qur'an yang menjadi sumber acuan di kala itu pun di masa sekarang memiliki substansi yang sama dan berada di genggaman kita sama seperti mereka yang mengacu kepadanya.Ini adalah suatu fenomena yang patut kita renungkan dengan seksama.
Yang membedakan hanya keberadaan pribadi Rasulullah secara fisik.Jika keberadaan Rasulullah SAW adalah suatu keharusan bagi pelaksanaan dan keberhasilan Islam, niscaya Allah SWT tidak menjadikannya sebagai dakwah untuk seluruh umat manusia, tidak menjadikannya sebagai risalah terakhir, dan tidak menyerahkan tanggung jawab memberikan tuntunan petunjuk kepada umat manusia di muka bumi kepada dakwah ini, hingga akhir zaman.Ini tidak akan menjadi tugas bagi kita sebagai generasi penerus perjuangan.
Namun, Allah SWT telah menjamin untuk memelihara Al-Qur'an.Seperti yang tertera dalam surah Al-Hijr: 9 yang berbunyi: "Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya." Hal ini membuktikan bahwa keberadaan maupun ketiadaan Rasulullah di tengah-tengah kita tidak dapat menjadi alasan mundurnya kejayaan Islam.
Sumber rujukan utama generasi syohabah ialah Al-Qur'an semata, sedangkan hadits Rasulullah dan petunjuknya hanyalah satu bentuk penjelas dari sumber tersebut.Yang membedakan dengan umat masa kini yaitu mereka telah mensterilkan jiwa mereka dari segala pengaruh peradaban luar yang masuk ke dalam lingkup peradaban mereka dengan menerapkan akhlak qur'ani sebagai prinsip hidup serta menjadikan sterilisasi ini sebagai metode yang terencana dan dikehendaki.Rasulullah ingin membentuk generasi yang bersih hatinya, akalnya, gambaran hidupnya, dan jiwanya dari segala pengaruh di luar Islam.Dengan begitu, generasi tersebut hanya merujuk kepada Al-Qur'an yang pada akhirnya mencetak generasi-generasi unggul yang belum pernah terulang oleh generasi berikutnya.
Sedangkan sumber generasi penerus telah tercampur oleh filsafat Yunani dan logika mereka, legenda Persia dan pola pandang mereka, Israiliyat Yahudi dan teologi Nasrani, dan pengaruh peradaban serta budaya lainnya.Semua itu tercampur dalam menafsirkan Al-Qur'an, bangunan ilmu kalam, juga dalam fiqih dan ushul.Dari racikan sumber-sumber itu, tercetaklah seluruh generasi berikutnya sehingga keberhasilan generasi pertama tidak pernah terulang kembali.
Faktor lain yang membedakan, yaitu perbedaan dalam menerima dakwah.Mereka (generasi pertama) membaca Al-Qur'an bukan untuk sekedar ingin tahu dan sekedar membaca, juga bukan sekedar untuk merasakan dan menikmatinya.Tidak seorang pun dari mereka yang mempelajari Al-Qur'an untuk sekedar menambah pengetahuan atau untuk menambah bobot ilmiah dan kepintaran dalam ilmu fiqih, tetapi mereka mempelajarinya untuk menerima perintah Allah SWT berkenaan dengan masalah pribadi mereka, masyarakat tempat mereka hidup, dan kehidupan yang dijalaninya bersama jama'ahnya.Mereka mendapatkan perintah Allah untuk segera diamalkan setelah mendengarnya, seperti seorang tentera dalam medan perang menerima perintah harian yang langsung ia kerjakan setelah menerimanya.Tidak ada dari mereka yang memperbanyak mempelajari Al-Qur'an dalam sekali pertemuan, karena ia merasa bahwa dengan memperbanyak membaca perintah Allah SWT berarti memperbanyak kewajiban yang harus mereka emban.Mereka cukup mempelajari sepuluh ayat hingga ia menghapal dan melaksanakan isinya.
Inilah generasi yang dirindukan.Miniatur peradaban Islam yang di atas awan bernaung oleh Al-AQur'an sebagai landasan dan prinsip hidup.Seperti merekalah seharusnya kita sekarang yang masih dapat menikmati Al-Qur'an dan memuliakannya.Kita tidak akan pernah bisa seperti generasi unggul terdahulu sebelum kita memiliki semnagat untuk mengetahui dan kemudian menjalankan apa yang terkandung di dalamnya.Agama ini butuh bukti bukan hanya teori yang telah banyak dikaji dan melahirkan beratus-ratus ulama besar namanya, tetapi dibarengi dengan kualitas umat yang semakin tahun semakin terkikis.jangan salahkan zaman ini, tetapi pribadi setiap individu muslimlah yang harus diperbaiki.Salah satunya dengan pengembangan akhlak islami yang bernafaskan qur'ani.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar